Sunday, February 3, 2008

Dering

Dering

Dering. Apa itu mengganggu? Bunyi – bunyi selain dering juga kita dengar setiap hari. Banyak yang luput. Terlewat. Padahal ada banyak yang masuk ke telinga – telinga jeli kita. Tapi terpisah begitu saja. Tanpa diatur. Tanpa kita sadar bisa jadi. Karena kita mendengar hanya apa yang kita anggap perlu. Kita sering hanya mendengar cakap. Karena itu kita anggap. Banyolan dari mulut yang berlagak dengan mimik serius. Tapi bisa berubah – ubah. Hercules pun pernah tertawa karena dia sedang perlu.

Dering yang berasal dari kantong celana, saku kemeja, diatas meja, dibalik bantal memanggil. Bukankah kita pun terpanggil. Senang mungkin karena ternyata ada yang perlu. Berbunyi selalu bila ada yang perlu. Apa dia berbunyi ketika tidak ada yang perlu? Kembali kepada cakap. Kita hanya bercakap setelah dering berlalu. Bermain jari yang tak disangka membentuk sebuah cakap. Cakap yang menjadi karena bentukan dari perlu. Karena dering itu hanya alat.

Layaknya sebuah istilah teater politik tidak ada kawan abadi yang ada hanyalah kepentingan abadi. Alat itu tidak bisa terpakai bila kita adaktil. Toh kita juga bisa menggunakannya dengan tidak subtil. Sehingga dering tetaplah dering. Dering kosong melompong. Karena dering itu kotor.

Apa kita ketika perlu baru nampak dalam sebuah hubungan. Muncul dari semak belukar. Jujur saja kalo itu memang. Toh memang begitu. Dering itu berkumandang seperti adzan. Hanya saja adzan panggilan untuk bertemu Tuhan. Nada sambung yang selalu sama. Dan panggilan itu bukan berupa miss call. Sama saja dengan lonceng gereja yang berbunyi itu – itu saja. Dengan nada dan irama tak berubah. Sedangkan dering ”perlu”. Berasal dari siapa saja. Dengan kepentingan apa saja. Dengan bunyi yang tidak sama. Bisa berubah semaunya. Bisa dipilih dan diatur. Sesuka hati kita. Toh bercampur juga setiap perlu yang kita terima dari dering.

Apa kamu senang diperlukan? Dimanfaatkan? Demi kepentingan perseorang, kelompok, bahkan gerombolan. Karena kita semua pasti selalu bermain dengan pengertian kata ”perlu”. Diperlukan dan memerlukan. Saling terkait akan hubungan walaupun tidak dalam. Hanya beralas pada perlu saja. Butuh dan tidak lebih tapi berembel dengan makna lain yang lebih halus dan nyaman terdengar. Begitu sederhananyakah? Entah pengertian ”perlu” disini bisa disebut hina atau bisa diterima karena memang sudah begitu adanya. Tersubyektifkan sehingga tidak ada benar.

Dering itu berbunyi ketika kita sedang terlelap. Bahkan ketika kita mau lari dari perlu. Ketika buang hajat pun dia bisa berbunyi. Bisa jadi berasal dari pantat. Kapan saja dia bisa memanggil – manggil karena ada perlu. Berarti benar bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, karena manusia adalah makhluk yang banyak perlu. Perlunya pun beragam. Bisa untuk kebaikan, ketamakan, keperluan tetua dimana perlu menjadi kuadrat dan perlu menjadi ditumpangi, perlu akan hati, perlu akan batin, dan perlu – perlu lain yang pasti berembel banyak. Jadi bisakah kita manusia yang bermitos terbaik di jagat ini bisa menjadi makhluk tidak perlu? Pasti bisa dijawab sendiri. Sssttttt......dengar! Dering itu berbunyi lagi.

No comments: