Tuesday, February 5, 2008

Aku yang Bukan Aku

Aku yang Bukan Aku

“Aku adalah karakter. Aku ada di dalam tubuh manusia. Aku tidak bisa diraba karena bentukku bukanlah materi, dan akupun tidak berkelamin, tapi kalian bisa merasakanku, ke ”ada”an ku tidak usah kalian pertanyakan lagi. Karena eksistensiku sudah ada di masing – masing kalian, karena aku bisa kalian rasakan. Dalam pendekskripsian yang berbeda dari kamu – kamu yang tentu tidak sama dengan ku. Kalian dapat menyentuh ku, atau bahkan disentuh oleh ku.
Aku baik menurutku. Karena aku tahu diriku, siapa aku, apa bentukan ku, apa yang mempengaruhiku, apa atau siapa yang membuatku berani hingga menerkam seperti macan, bahkan membuatku takut sehingga menjokok ketakutan di sudut ruang. Aku bangga akan akan diriku, sekali lagi karena aku tahu siapa aku, bukan kalian yang sok tahu siapa aku. Padahal masih banyak misteri yang aku sendiri pun tak tahu. Aku terlihat karena aku memang memperlihatkan diriku, tetapi tetap terselubung badan ku.
Di luar ke ”aku”an ku adalah ”kamu”. Tersadar aku bahwa aku adalah bukan aku tanpa kamu. Aku tak akan terbentuk menjadi aku tanpa ada kamu. Kamu – kamu yang memiliki ke akuan sendiri – sendiri, bahwa kamu yang membuat aku memiliki apa yang disebut aku. Tanpa ada kamu aku tidak akan menjadi aku, karena penilaian “aku“ ku kamu juga yang menilai.
Tapi pengaruh kamu kadang tidak menguntungkan aku. Dimana ketika kamu menjadi banyak, aku akan kehilangan ke akuanku yang dilawan dari luar ke akuan ku. Kamu – kamu yang memiliki pengaruh atau bisa jadi aura yang terkumpul yang membunuh keakuanku. Salahkah? Bisa benar, bisa salah. Tergantung di posisi mana aku ku kuletakkan. Disini aku lah yang memilih. Apa ke akuan ku kalian berangus karena aku ku yang tidak menguntungkan kamu sehingga aku ku harus berontak. Atau aku diam saja dan menyerah karena aku ku tidak mampu melawan kamu? Atau aku harus mengharap bahwa kamu akan menghargai ke akuan ku? Enak saja”.
Itulah tadi keluh kesah si aku. Aku yang mungkin banyak bertanya tentang hilangnya ke”aku”annya. Menjadi hilang ke ”aku”annya karena pengaruh ”kamu”. Tetapi apakah ”aku” tidak boleh menjadi ”aku”. Mengerti akan keberadaan ”aku” yang ingin jujur dengan ke ”aku”annya. Tanpa ada bohong. Paling tidak diusahakan oleh aku.
Yah...!paling tidak aku sudah bercerita tentang akunya yang terkadang terpengaruh dan kadang berusaha dipertahankan. Aku pun dapat mengakui akan ke akuannya yang bisa saja hilang untuk bertahan pada ke akuannya. Sekali lagi paling tidak dia berusaha untuk menjadi akunya sendiri yang bersih dan suci dengan ”aku”nya tanpa ada kotor – kotor dari ”kamu” yang mana bisa saja disebut publik.
”Aku” dalam bentuk karakter akan menghilang apabila sudah berada dalam bentuk massa, tapi bisakah karakter tetap bisa muncul dalam jumlah massa? karakter individu tentunya bukan karakter massa.
Karakter bodoh yang muncul dalam sebuah institusi besar sebagai contoh universitas yang bisa kita lihat dalam kehidupan kita sehari – sehari membentuk sebuah pengaruh kepada massa yang secara langsung juga menjadi bodoh dan terhalusinasi oleh sebuah keputusan dari karakter yang bodoh.
Kesempatan yang diperoleh membuat karakter pintar yang tidak memiliki kesempatan untuk menciptakan pengaruh pintar, kehilangan taji untuk mempengaruhi. Sepertinya disini kesempatan yang dipersalahkan, akan tetapi ini cuma masalah peruntungan dan ambisi. Sekali lagi apakah ”aku” bisa memberikan pengaruh yang pintar atau bodoh dalam sebuah kesempatan dan peruntungan dalam tulisan yang membingungkan ini? ”aku” ku pun tak bisa menjawab, hanya bisa memilih.


Odie Banoreza

No comments: